PART 2
Hari itu hari ulang tahun Cheer. Nim bertanya pada Cheer hendak membeli cake apa pada hari ulang tahunnya.
“Vanilla Cake, Nam suka kue itu”ujar Cheer. Saat Cheer sedang asik memilih-milih kue, Nam belum datang. Nim segera menelponnya.
Nam
  rupanya sedang pergi ke danau bersama Chon cs, “Aku sudah menelpon  
Cheer tadi pagi namun ia tak mengangkat teleponnya, sampaikan ucapan  
selamat ulang tahunku pada Cheer. Iya, aku minta maaf karena aku takkan 
 bisa pulang tepat waktu...”
Di  
danau, semua sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang  
asik bermain gitar, ada yang memanggang makanan. Nam duduk di meja makan
  sambil memandangi Chon yang asik memotret pemandangan dari jembatan 
(indah banget).  Tak lama Top menghampiri sambil menghidangkan cumi-cumi
 hasil  panggangannya, mau nggak mau Nam berpaling dari Chon. Wajah Top 
 mendekati wajah Nam sampai membuat Nam risih, “Aku akan kembali..”  
katanya. Saat Nam kembali melihat ke arah jembatan, Chon sudah tak ada.
Nam pergi ke jembatan dan duduk disana. Chon datang, “Apa yang kau lakukan disini?”
“Aku
  rasa pemandangan disini indah”kata Nam. Mereka sama-sama terdiam. Nam 
 membuka percakapan sambil menawarkan cumi, “Kau mau makan cumi?”
Chon menoleh, “Kau tak tahu cerita cumi ya?”
Nam menggeleng, “Tidak.”
“Aku
  akan memberi tahumu,” Chon pindah duduknya ke samping Nam, ia mulai  
bercerita, “Pada suatu waktu, ada pasangan cumi. Mereka telah mengarungi
  lautan dan samudra yang luas hingga mereka bertemu dan saling jatuh  
cinta, akhirnya mereka menikah. Pada hari pernikahannya, pendeta cumi  
menyuruh mereka saling berpegangan tangan... jadi mereka saling  
berpegangan tangan.... memegang tangan... memegang tangan... memegang  
tangan...”
Chon menempelkan jari-jarinya satu-satu. Nam tertawa geli melihatnya.
“Kak Chon, kau gila!”ujar Nam.
Chon tersenyum.
“Tapi lucu” tambah Nam lagi.
“Yang mana? Yang cerita, atau yang cumi?”tanya Chon.
“Yang
  cerita! Eh, tidak, yang cumi! Umm... aku bingung...” ujar Nam, Ia  
melirik cumi panggang,  “Aku jadi agak tak mau memakannya.”
“Aku juga tak makan cumi begitu lama karena cerita itu” tambah Chon. Mereka pun terdiam.
“Jadi...” Nam bersuara, “Apakah kau pernah memegang tangan seseorang seperti cumi itu?”
“Pernah
  sekali” jawab Chon sambil menatap ke danau, “Seorang gadis berwajah  
canggung hampir jatuh dari panggung, jadi aku memegang tangannya...”
Belum selesai Chon cerita, Top datang sambil langsung memakan cumi panggang. Nam dan Chon berteriak, “Jangan!”
“Kenapa? Ini enak..”ujar Top sambil terus mengunyah. Nam dan Chon cuma bisa menghela nafas kesal.
Mereka bertiga hendak pulang. Chon dan Top berjalan di depan sementara Nam mengikuti di belakang. Chon dan Top berbicara serius.
Top : “Aku bertanya padamu langsung. Apa kau suka pada Nam?”
Chon : “Eh, kau akan bersamanya bukan? Kenapa kau bertanya padaku seperti itu?”
Top menepuk bahu Chon sambil tersenyum, “Tidak apa-apa. Aku hanya bertanya...”
Tiba-tiba
  terdengar suara teriakan Nam di belakang. Nam terpeleset hingga 
kakinya  terkilir. Top dan Chon langsung berlari ke arahnya. Top 
bertanya apa  Nam masih bisa berdiri, Nam mengiyakan. Tapi ternyata ia 
tak sanggup,  mau tak mau ia menerima tawaran Top. Sedangkan Chon yang 
menggendong tas  Nam. Suara hati Nam saat itu, "Tuan Kancing... hari ini
 Chon membawakan tas saya..."
Pulangnya  Nam 
langsung ke rumah Cheer. Ia membawakan cake kecil. Saat pintu rumah  
Cheer dibuka, Nam sudah bersiap, “Happy birth...”
Namun yang keluar ternyata ibunya Cheer, “Cheer tak ada. Ia masih pergi bermain dengan Nim dan Gie. Nam tak bersama mereka?”
Nam menggeleng sambil tersenyum kecut.
“Telepon saja mereka” saran Ibu Cheer lalu menutup gerbangnya lagi. Nam akhirnya meniup lilin di cake itu sendiri.
Keesokan harinya Cheer, Nim dan Gie mengerjakan PR tanpa Nam. Nam justru duduk bersama gengnya Chon.
“Aku rindu hari-hari ketika kita mengerjakan PR bersama-sama”kata Nim.
“Seorang bidadari harusnya berada di surga”ucap Cheer sinis. Ia masih marah karena Nam tak datang ke ulang tahunnya.
“Tenanglah Cheer, kau masih punya ulang tahun tahun depan” ucap Nim.
Cheer emosi, “Aku hanya punya tiga orang teman Nim! Jika aku jadi dia, aku takkan melakukan hal itu!”
Nam yang melihat teman-temannya sedang mengerjakan PR bersama menghampiri, “Hey! Kita kerjakan PR bersama-sama yuk!”
“Kenapa
  kau tak mengerjakannya bareng Chon saja?!”ujar Cheer sinis langsung  
menutup bukunya dan segera pergi dari situ. Nim dan Gie mengikutinya.  
Nam ditinggal sendiri.
Nam sedang duduk sendirian di depan kolam ketika Chon datang.
“Top belum datang? Aku disuruh olehnya mengajari anak kelas 3,” tanya Chon duduk disamping Nam.
Nam tersenyum, “Kak Top sedang mencari buku untuk proyek anak kelas 3”
Chon ikut tersenyum, ia memandang lurus ke depan, “Hari itu ibuku masuk rumah sakit...”
Nam menoleh, “Kapan?”
“Hari
  dimana ayahku gagal melakukan tendangan pinalti. Aku lahir pada hari  
itu. Jadi ayahku memberi hadiah pada hari kelahiranku... yaitu tak  
bermain bola lagi seumur hidupnya. Akulah yang membawa nasib buruk. Coba
  lihat, Provinsi ini tak pernah mencapai sejauh itu sejak hari itu...”
“Kau tak apa?”tanya Nam khawatir.
“Bagiku
  untuk dihina?”tanya Chon balik, “Aku tidak apa-apa. Aku sudah biasa.  
Sudah menjadi nama belakangku. Chon, yang ayahnya tak bisa menendang  
pinalti...”
Nam menunduk menyesal.
Chon tersenyum, “Tapi aku benar-benar tak apa.  Aku seorang pemain sepak bola.”
“Jadi kau mau terus bermain sepak bola?”
“Aku tak tahu... untuk saat ini, aku lebih membutuhkan seseorang...”
Nam
  menoleh kaget. Tapi sebelum Nam mendengar penjelasan Chon lebih 
lanjut,  Top datang dan memanggil Nam. Ia meminta bantuan Nam untuk 
mencari buku  bersamanya.
Malamnya  Chon dan 
kawan-kawan mengadakan piknik dan api unggun. Nam ikut. Ia  membantu 
Chon yang bertugas memasak. Top duduk di dekat api sambil  mendengar Pin
 bernyanyi. Faye memandanginya, jelas-jelas sekarang Faye  naksir pada 
Top. Nam dan Chon membicarakan soal kejutan ulang tahun  untuk Ake, 
teman mereka. Tanpa sengaja tangan mereka berdua saling  bersentuhan. 
Hati Nam berdebar, ia mendekatkan diri lagi ke Chon.
Kemudian acara kejutan untuk Ake dimulai. Chon dan Top mau perform cerita.
“Ini terjadi ketika kita kelas 5 SD...”Chon memulai cerita.
Top
  ketawa, “Kita berdua jatuh cinta pada cewek yang sama. Namanya Boe,  
kelas 4. Kita bersaing satu sama lain, berlatih menari agar salah satu  
dari kami bisa berdansa saat pesta sekolah. Tapi saat hari itu tiba,  
Chon kita kena sakit cacar....”
Semua tertawa termasuk Nam.
“Jadi hak berdansa dengannya jadi milikku, yeah...”lanjut Top.
Chon menambahi, “Tapi pada akhirnya Top juga tak berdansa dengan Boe. Jadi kita berdua sama-sama gagal...”
“Eitt” sela Top, “Itu karena Chon mengancam kalau ia tak mau berteman lagi denganku. Setelah itu kita saling berjanji....”
“Bahwa kita takkan jatuh cinta pada cewek yang sama lagi...”tambah Chon.
Tawa Nam pupus sudah. Top jelas-jelas naksir padanya, itu berarti tak ada harapan untuknya ditaksir oleh Chon.
Top
  dan Chon kemudian bernyanyi sambil menarikan tarian yang lucu,  
mengundang keceriaan.  Top menarik Nam agar ikut menari bersama mereka. 
 Yang lain juga berdiri dan ikut menari. Semuanya diliputi keceriaan.  
Namun di tengah tarian, Top yang rupanya sedang bahagia mengambil  
kesempatan mencuri pipi Nam. Nam terpaku. Yang lain masih menari,  
sementara kebahagiaan Nam sudah hilang.
Top
  mengantar Nam pulang. Saat Nam hendak segera masuk ke rumahnya, Top  
berkata, “Nam, besok aku akan datang ke sini lagi ya. Kita nonton  
pertandingan Chon bersama-sama”
“Kak  Top tak perlu menjemputku lagi”ujar Nam dingin.
“Kenapa? Kau ada acara?”
“Tidak, maksudku tolong jangan terlibat denganku lagi...”
Top bangkit dari sepeda motornya, “Kau marah karena aku mencium pipimu? Bukankan kau pacarku?”
Nam berbalik marah, “Kak Top, aku tak pernah menerima bahwa aku pacarmu”
Kasian banget Top pas disini, “Lalu apa artinya semua selama ini?”
“Maafkan aku kak, aku sudah mencintai seseorang...” jawab Nam.
“Siapa Nam?” tanya Top. Oh.. poor Top.
Nam hanya berbalik dan segera masuk rumah tak menjawab pertanyaan Top.
“Siapa.... Nam.... siapa?!”tanya Top. Ia terduduk lemas di sepeda motornya.
Top
  menemui Chon untuk menceritakan semuanya, “Dari semua gadis yang  
bersamaku, ini yang paling menyakitkan.... Aku mohon satu hal saja  
padamu Chon... Tak peduli apa yang terjadi, kau tak akan memacari Nam  
kan?”
“Apa kau berpikir alasan Nam memutuskanmu adalah aku?”tanya Chon.
“Tidak. Hanya aku tak tahan, jika sahabat terbaikku berpacaran dengan gadis yang kucintai...”
Chon memandang keluar sambil menghela nafas, “Jika kau mengatakan seperti itu, aku bisa apa?”
“Tak apa-apa kan buatmu?”tanya Top.
“Iya” jawab Chon. Mereka berdua kemudian saling menjabat tangan.
Hari-hari
  berikutnya dilalui Nam seorang diri. Tak ada lagi teman-teman  
bersamanya, tak ada lagi Top yang menjemputnya ke sekolah dan Chon juga 
 seperti menghindarinya. Ketika ia melihat Top yang digoda Faye dengan  
trik ‘terkilir kaki’ ia juga tak bisa berbuat apa-apa. Ia memutuskan  
untuk fokus belajar agar mendapat ranking satu. Meski ia sering  
terbayang Chon jika ia melihat Tuan Kancing dan membuatnya menangis  
sendirian.
Di rumahnya Chon bermain sepak bola dengan ayahnya yang sekarang tak takut lagi.
“Chon, kau tahu tadi Manajer Bangkok Glass meneleponku...”kata ayahnya.
“Lalu?”tanya Chon masih fokus ke bolanya.
“Dia bilang kalau dia akan menerimamu di Klub Bangkok Glass”
Chon tak percaya, “Ayah menipuku agar bisa merebut bola dariku ya...”
Ayahnya
  tertawa, “Untuk hal sepenting ini siapa yang berbohong. Setelah ini 
kau  harus segera bersiap-siap. Mungkin setelah lulus ujian tahun ini, 
kau  akan pergi belajar ke Bangkok.”
Chon senang sekali, ia menghampiri ayahnya dan memeluknya, “Ayah! Terima kasih...!”
Hari ujian tiba, Nam menjalankan ujiannya dengan serius. Ia ingin bertemu dengan ayahnya yang di Amerika.
Di
  luar Guru Inn sedang sangat sedih. Guru Phol mendapat beasiswa untuk  
melanjutkan study ke luar. Guru Inn meminta sesuatu pada Guru Phol.  
“Apa?”tanya Guru Phol. Guru Inn menunjuk ke arah hati Guru Phol. Guru  
Phol salah paham, ia malah memberikan peluit miliknya. Tak lama datang  
Guru olahraga baru yang akan menggantikan Guru Phol. Ternyata guru yang 
 baru lebih keren dan ganteng daripada Guru Phol, Guru Inn langsung  
menghampiri Guru baru itu dan mengacuhkan Guru Phol. Guru Phol cuma bisa
  garuk-garuk kepala bingung.
Tahun pelajaran berikutnya...
Hari
  itu Cheer memutuskan tak akan melanjutkan sekolah yang sama dengan  
kawan-kawannya. Ia akan memasuki sekolah kejuruan. Saat mereka asik  
mengobrol, Nam datang dan suasana langsung tak enak. Nam duduk dengan  
sedih di jarak yang tak jauh dari mereka. Ia memandangi wajah Cheer dan 
 masih berharap Cheer akan memaafkannya. Rupanya hati Cheer masih belum 
 luluh. Nam dengan sedih menyanyikan lagu yang dulu mereka nyanyikan  
bersama-sama.
“Senin aku menunggu... Selasa aku masih 
menunggu  dan melihat, melihat apakah kau baik-baik saja... Rabu kau 
masih tak ada  disini, pagi hari atau kemudian, Kamis juga masih 
kosong...”
Gie tak tahan, ia menghampiri Nam dan mereka bernyanyi sama-sama sambil menangis.
“Jum’at, Sabtu atau Minggu, tiada hari tanpa merindukanmu... Tiada hari kau akan kembali...”
Nim ikut menangis meski ia masih ada disamping Cheer, sementara Cheer masih bertahan.
“...menjadi
  tua dalam hari-hari kita... hari dimana kau ada disampingku, hari  
dimana kau ada di dekatku, hari dimana kita saling berpegangan  
tangan...”
Nam mendekati Cheer, “...hari dimana aku mencintaimu, hari dimana aku berbicara denganmu, hari dimana kau mendengarkanku....”
Akhirnya
  Cheer menangis dan ikut bernyanyi, “...Berapa lama aku akan seperti 
ini  aku tak tahu, Berapa bulan atau berapa tahun....”
Mereka
 berempat saling berpelukan dan menangis bersama. (aslinya ini lagu 
ceria, tapi pas dinyanyikan ma mereka jadi kelihatan sedih...), 
“...berapa miliar kenangan masa lalu kita bersama, aku selalu 
merindukanmu...”
“Cheer, Nam minta maaf”isak Nam.
Cheer menangis, “Kenapa kau menangis? Menyanyikan lagu seperti kita sedang berakting di opera sabun saja...”
“Ya...” kata Nam masih menangis, “Kenapa kita menangis? Kita tidak menangis, kita sedang tertawa...”
Mereka pun menyanyikan lagu nya bersama-sama.
Nam
  sedang menyapu dan beres-beres rumah ketika Cheer cs datang dan  
memberitahu kalau mereka bertemu dengan Guru Inn di toko eskrim, “Dia  
mengatakan kalau dalam ujian.... Nam mendapatkan.... “
“Aku  mendapatkan apa? tanya Nam tak sabar.
“Nam.... Nam...dapat ranking 1...”
Nam
  terkejut. Ia melompat-lompat senang kemudian memeluk ibunya. Ibunya  
mengatakan sekarang Nam sudah bisa bertemu dengan ayahnya. Nam semakin  
senang. Pang melihatnya iri. Ia mendapatkan ranking 8 tapi ia ingin ikut
  dengan Nam. Nam tak mengizinkan.
Saat itu tiba-tiba Nam langsung memikirkan Chon.
Di
  hari yang sama, Pang kedatangan temannya. Dia mengantarkan foto cowok 
 yang Pang taksir. Nam yang tertarik menghampirinya dan menggodanya. 
Pang  tahu kalau ini adalah kesempatan untuk Nam balas dendam karena 
dulu  Pang pernah mengadukan soal Nam yang naksir Chon. Tapi Nam cuma  
menggodanya dan menasihati agar Pang tak cepat-cepat memikirkan soal  
pacaran karena belum dewasa.
Nam kemudian kumpul bersama teman-temannya. Cheer menanyakan Nam, “Nam apakah Chon sudah tahu?”
Nam menggeleng lemah. Gie menatapnya heran, “Kau sungguh hebat! Jatuh cinta pada orang yang sama 3 tahun lebih!”
“Kurasa
  kau tak perlu mengatakannya pada Chon” timpal Nim, “Biar seluruh dunia
  mencatat bahwa ada seorang gadis gila yang mencoba untuk menjadi 
cantik  selama tiga tahun demi seorang laki-laki. Meskipun laki-laki itu
 tak  tahu apa-apa.”
Cheer menasihati Nam, “Nam, mungkin mulai sekarang kau takkan pernah melihatnya lagi. Kau masih akan diam saja?”
Nam melirik buku 9 Metode Cinta nya, “Aku sudah coba berbagai cara...”
“Jangan takut, kami selalu mendukungmu”ujar Cheer, “Benarkan?”
“Iya!”sahut Nim, “Kau sangat cantik, rajin belajar juga baik hati kenapa dia bisa tak menyukaimu?”
Nam kesal, “Kalian benar-benar memujiku tidak sih?”
Malamnya Nam menghias setangkai bunga Mawar Putih, metode ke 10, dari Thailand, yang paling tulus.
Hari
 kelulusan tiba, Nam menunggu Chon keluar dari kelasnya namun ternyata 
Chon masih dikelilingi oleh teman-temannya (PS: Nam dan Chon lulus 
bersama, sepertinya Nam akselerasi).  Nam harus menunggu sampai ia dan 
Chon memiliki waktu hanya berdua saja.  Ia mengikuti Chon bersama 
teman-temannya. Sampai akhirnya Chon pergi  untuk memotret sendirian ke 
ruangan kolam renang, Nam didorong  teman-temannya untuk mengambil 
kesempatan itu. Teman-temannya berjaga di  luar ruangan.
Chon memotret Kolam renang sebagai kenang-kenangan. Nam menghampirinya, Chon pun memotret Nam.
“Nam,
 kau belum menanda tangani kemejaku,” ujar Chon (di Thailand juga ada 
tradisi mencoret-coret baju, tapi versi tanda tangan. Lebih rapi).
“Kak
   Chon, aku ingin mengatakan sesuatu”Nam menghela nafas mengumpulkan  
kekuatan. Kemudian ia mulai mengatakan semuanya, “Aku mencintaimu. Aku  
sudah mencintaimu selama lebih dari 3 tahun ini. Aku sudah melakukan  
segalanya, mengubah diriku dalam banyak hal demi kamu. Aku mendaftar  
klub penari klasik, melakukan drama panggung, menjadi pemimpin grup  
mayoret, lebih rajin belajar, semuanya karena kamu.... Tapi aku tahu  
sekarang, hal seharusnya kulakukan, dan harus sudah kulakukan sejak dulu
  bahwa... adalah memberitahumu... Nam cinta Kak  Chon...”
Nam  
menghela nafas dan mengeluarkan air mata kelegaannya. Ia menyerahkan  
mawar putih yang sudah ada kartu ucapan dan Tuan Kancing yang terikat di
  tangkainya pada Chon yang tertegun sambil menatap Nam.
Sesaat
  setelah Nam menghapus air matanya karena lega, tanpa sengaja matanya  
melihat ke arah kantung kemeja Chon. Tertulis disitu, Pin cinta Chon.  
Nam terkejut (sepertinya di Thailand, kalau yang ditulis di kantung 
kemeja berarti nama kekasih atau pacar).
“Kak Pin dan Kak  Chon...?”tanya Nam hampir tak bisa bersuara. Air matanya mengalir lagi.
Chon mengangguk dengan berat.
“Kapan?”tanya Nam lagi dengan susah payah (aku nangis pas bagian ini, 3 tahun gitu lho).
“Seminggu yang lalu...”jawab Chon pelan.
Nam
  seperti bingung untuk bertindak. Ia menangis tapi kemudian berusaha  
untuk tertawa, “Hahaha.... Kak  Pin dan Kak  Chon berpacaran... haha... 
 kalian cocok... lucu...”
Chon masih memandangi Nam dengan penuh perasaan bersalah.
Nam sekuat tenaga menahan tangisnya, ia menepuk bahu Chon, “Semoga kalian bahagia...”
Nam yang sudah tak tahan ingin segera pergi dari situ, lupa kalau di sampingnya ada kolam. Ia berbelok dan langsung tercebur.
“Nam!”seru Chon.
Nam yang basah kuyup mencoba untuk terus tertawa, “Aku tak apa-apa...”
Chon menawarkan bantuan untuk Nam keluar dari kolam, tapi Nam tak menyambutnya. Ia benar-benar berusaha tak terlihat menangis.
“Kalian cocok”ucap Nam sebelum berbalik pergi memunggungi Chon.
“Nam kau baik-baik saja?”tanya Chon.
Nam menangis tapi memberi isyarat kalau ia baik-baik saja lewat jarinya.
Chon tak percaya, ia masih berusaha memanggil Nam, “Nam!”
Di
  luar Nam disambut teman-temannya yang terkejut melihat Nam basah 
kuyup.  Nam langsung pergi tanpa ingin bertemu teman-temannya dulu. Gie 
 berusaha menyusulnya namun ditahan Cheer. Mereka ikut menangis karena  
sudah bisa menebak apa yang terjadi.
Nam berjalan melewati Pin, 
Pin  juga kaget melihat Nam basah kuyup. Ia menahan Nam dan bertanya apa
 yang  terjadi. Nam tadinya ingin langsung pergi. Tapi kemudian ia 
kembali dan  memeluk Pin erat-erat tanpa berkata apa-apa lalu langsung 
pergi dan  membuat Pin terheran-heran.
Chon tiba 
di rumah setelah malam (sepertinya dia mampir dulu ke suatu tempat)  dan
 terheran-heran melihat sebuah mobil sedan bagus terparkir di depan  
rumahnya. Di rumah ia langsung disambut oleh lemparan kaos dari ayahnya,
  “Selamat datang pemain junior Bangkok Glass!”
Rupanya di rumah 
sudah  ada Manajer dan Pelatih tim Bangkok Glass. Chon sudah di terima 
sebagai  pemain junior mereka. Chon yang senang memeluk ibunya. Kemudian
 ia  membuka kulkas dan mengambil sesuatu yang sangat familiar...
Kotak
  cokelat pemberian Nam yang duluuuuuu... banget, rupanya masih disimpan
  baik-baik oleh Chon seperti Nam yang masih menyimpan gelas pepsi  
pemberian Chon. O..o... apa artinya tuh?
“Siapkan pakaianmu Chon, 
malam ini kau harus berangkat bersama paman Neng (pelatih Bangkok 
Glass), besok kau harus sudah ada di kamp pelatihan!”
“Hah?! Hari ini ayah??!”seru Chon terkejut.
“Ya, buat apa lagi ditunda?”tanya ayahnya balik.
Chon
  segera berlari ke kamarnya menaruh tas yang di dalamnya terselip bunga
  mawar putih pemberian Nam.  Ia mengambil sebuah buku di meja 
belajarnya.  Buku album foto. Mulai sekarang akan ada flashback adegan, 
dan kita  akan melihat semuanya dari sudut pandang Chon.
Chon
  membuka buku itu, ternyata buku itu penuh dengan foto Nam yang dihias 
 begitu indah. Chon tersenyum sambil mengusap wajah Nam yang difoto  
dengan lembut. Lembaran dibuka. Ada halaman yang penuh dengan foto buku 9
  Metode Cinta milik Nam. Rupanya buku itu di foto ketika Nam  
meninggalkannya saat latihan drama. Flashback adegan saat Nam mengambil 
 buku itu dan menyeret-nyeret kakinya buat menutupi nomor telepon Nam. 
Di  bawah foto buku itu ada tulisan, “Buku ini lucu. Tapi membuatku tahu
 betapa kau telah mencoba”
Di sampingnya lagi juga ada tulisan, “Aku ingin memberitahumu, bahwa kau telah berhasil sejak awal kau mencoba...”
Halaman
  berikutnya terlihat penuh dengan foto Nam yang di dandani oleh Pin.  
Kemudian flashback adegan lagi saat Nam tampil menjadi snow white yang  
cantik pertama kali. Saat itu Chon terlihat tak tertarik dan hanya  
mengatakan, “Dia tampak sama, Snow White dengan kawat gigi.” Padahal,  
saat pergi Chon tersenyum sangat senang sampai mengepalkan tangannya  
karena melihat perubahan Nam yang bisa menjadi begitu cantik.
Halaman
 berikutnya penuh dengan foto tangan Chon. Chon memotret tangannya 
sendiri kemudian menulis, “Bersentuhan tangan untuk pertama kalinya. 
Tapi aku harus segera melepaskan tanganku karena orang lain akan curiga”
 Flashback adegan saat Nam hampir jatuh dari panggung.
Di halaman 
berikut penuh dengan foto apel yang telah digigit, ada tulisan 
“Memberinya apel tapi ku gigit sedikit”.  Rupanya sebelum pergi 
mengambil hadiah fotografi, Chonlah yang memberi Nam apel itu.
Kemudian Chon membuka banyak halaman lagi, semuanya isinya foto Nam yang sedang latihan mayoret, banyak sekali...
“Kau menjadi semakin baik! Semangat Nam!”
Flashback
  saat Nam mati-matian berlatih melempar tongkat siang dan malam, 
rupanya  Chon hampir setiap saat memperhatikannya. Kemudian Chon 
memandangi foto  Nam yang menjadi pemimpin Mayoret.
“Cinta bisa mengalahkan segalanya, termasuk rasa takut”
Flashback
  saat Chon berhasil menendang pinalti untuk pertama kalinya. Chon  
rupanya berusaha menyingkirkan trauma dan rasa takutnya demi Nam. Ia  
ingin agar Nam juga tak takut pada tongkat mayoret.
Di 
halaman  berikutnya ada foto pertumbuhan Pohon Mawar Putih yang sudah ia
 siapkan  jauh-jauh hari sebelum hari valentine. Di foto pertama 
tertulis, “Hari pertama.” Foto kedua, “Sangat sulit untuk tumbuh.” Foto 
kelima, “Tunas pertama.”
Flashback  saat Chon memberikan 
mawar putih pada Nam, setelah mengatakan itu dari  temannya, Chon 
berbalik kemudian menyalahkan dirinya sendiri yang tak  bisa jujur. Di 
bawah foto mawar putih yang telah tumbuh:
“Hari ini aku memberikan mawarnya pada Nam, kukatakan itu dari temanku karena aku tak bisa mengatakan yang sebenarnya”
Kemudian
  langsung flashback adegan saat Top menembak Nam. Chon turun dari 
tangga  dengan lemas. Ia hampir tak bisa berjalan lagi kemudian 
menyandarkan  kepalanya ke dinding tangga.
Halaman berikutnya gambar Top dan Nam dari bawah tangga.
“Hari ini aku melihat Top menembak Nam. Kau tahu? aku sakit. Kenapa waktu kita tak pernah cocok?”
Chon
  menepuk bukunya dengan sedih. Ia teringat saat ia berlari-lari agar  
bisa memotret Nam yang jadi pemimpin mayoret. Juga saat ia Top  
menggendong Nam yang terkilir kakinya. Rupanya Chon sempat memotret dan 
 memasangnya di buku album itu.
“Aku juga ingin kau naik ke punggungku.”
Juga
  banyak adegan flashback yang lainnya, termasuk saat Nam dan Chon di  
kolam renang. Rupanya Chon sempat menyelesaikan kalimatnya meski tak  
didengar oleh Nam yang pergi dengan Top, “Nam, maukah kau menjadi  
kekasihku?”
Chon  mulai merasa 
hatinya makin tersiksa dan sakit. Saat Top mencium pipi  Nam, kau bisa 
lihat ekspresi wajah Chon, kaget dan pucat pasi.
Di
  rumahnya Nam terus menangis. Tentu saja, ia telah mencintai Chon lebih
  dari 3 tahun. Ia terus menangis sendirian di depan jendela kamarnya,  
tanpa sadar malam itu Chon datang ke depan rumahnya. Ia datang untuk  
menaruh buku album yang ia buat untuk Nam, agar tahu kalau selama ini ia
  juga telah mencintai Nam lebih dari 3 tahun. Sejak Nam masih si itik  
buruk rupa, Chon telah mencintainya apa adanya. Chon terngiang-ngiang  
perkataan Top, “Aku memohon satu hal padamu Chon, apapun yang terjadi  
kau takkan memacari Nam kan?”
Dengan langkah gontai Chon pergi 
dari  rumah Nam, karena ia harus segera berangkat ke Bangkok. Nam yang 
masih  menangis tak tahu kalau Chon melintas di bawah jendela kamarnya.
PS:
 Nonton adegan semua flashback Chon sambil dengerin OST nya yang pas 
banget sama hati Chon saat itu, bener-bener bikin aku nangis. Sedikit 
liriknya deh di bagian ending kutulis: ...hanya  bisa berharap kau akan 
mengetahuinya... bahwa aku disini untuk  mencintaimu, Aku memohon agar 
kau mengetahuinya.... suatu hari....”
9 tahun kemudian......
Motor
  Chon berhenti di sebuah perusahaan. Kayaknya sih perusahaan  
real-estate. Chon masuk ke perusahaan tersebut sambil menggendong bayi  
yang ia bawa dari gallery fotografinya, dilihatnya Pin melambai ke  
arahnya. Pin menghampiri Chon yang menyerahkan bayi itu pada Pin, “Maaf 
 sudah merepotkanmu”kata Pin (disini pertanyaan kak ari terjawab... 
hehehe).  Bayi itu ternyata bukan anak Chon, melainkan anak Pin. 
Sepertinya Chon  sudah memutuskan Pin di malam setelah Nam mengungkapkan
 perasaannya pada  Chon.
“Tak apa, anakmu sudah seperti 
anakku...”kata Chon. Sebenarnya  sih wajar kalau itu bukan anak Chon, 
sama sekali nggak ada  mirip-miripnya ama Chon. Hehehe....
Pin merengut “Seandainya suamiku bisa menyayanginya seperti kamu...”
Chon mengacak rambut Pin, “Ah, kau ngomong seperti itu lagi...”
Kemudian Chon hendak pergi tapi ditahan oleh Pin, “Hey Chon! Bagaimana tentang acara Tv yang kau sebut? Apa kau akan hadir?”
Chon tersenyum, “Aku tak tahu...”
Latar
  pun berpindah ke sebuah acara talk show di sebuah Tv terkenal. Di situ
  Nam duduk. Ia dihadirkan sebagai seorang desainer ternama yang 
karyanya  terkenal di Amerika. Bahkan katalog modenya pun dimuat di 
majalah mode  terkenal.
Cheer,  Nim dan Gie pun 
datang ke acara itu, mereka sudah dewasa, Nim bahkan  memakai seragam 
polisi. Mereka melambaikan tangan ke Nam yang dibalas  oleh Nam. Guru 
Inn juga hadir. Guru Inn rupanya sudah menikah dengan  Guru Olahraga 
tampan yang baru itu, Guru Boat. Tapi Guru Boat sangat  romantis 
terhadapa Guru Inn, bahkan cenderung terlalu romantis hingga  Guru Inn 
terlihat risih. Pang dan Ibunya juga datang. Pang sudah besar  sekarang.
Kemudian
  talk show pun menyerempet ke masalah masa lalu Nam, “Kamu memberitahu 
 wartawan bahwa dulu saat kau masih muda, maaf, kau sama sekali tak  
cantik, tak modis, sama sekali beda dari yang sekarang. Lalu apa yang  
membuatmu berubah?”
“Itu karena saya jatuh cinta pada seseorang...”ucap Nam sambil tersenyum.
“Jatuh cinta?”tanya Hostnya, “Bisakah kau menceritakan cerita itu?”
“Bisa”
  kata Nam memulai cerita, “Ia adalah senior saya. Seorang pemain sepak 
 bola. Sangat lucu. Pada saat itu saya berwajah jelek di kelas 1, maka  
saya mencoba memperbaiki diri, jika itu bisa membuat saya menjadi lebih 
 cantik dan lebih baik, saya coba untuk lakukan. Saya juga mencoba  
belajar dengan lebih rajin agar dia mungkin menyukai saya”
“Lalu apakah akhirnya dia tahu perasaanmu?”
“Dia tahu, tapi kisah kami tak berakhir bahagia. Aku pergi belajar ke Amerika untuk tinggal bersama ayahku”
“Oh itu buruk sekali”ucap Hostnya.
“Tapi
  ketika saya kembali memikirkannya, dia seperti inspirasi untuk saya,  
dia membuat saya menggunakan cinta dengan cara yang lebih baik... dia  
seperti... kekuatan yang mendukung saya agar saya bisa menjadi lebih  
baik hingga menjadi Nam yang sekarang...”
Host cewek itu kemudian 
 mengeluarkan sesuatu yang sangat Nam kenal. Itu Album yang dibuat Chon 
 untuk Nam, “Nam, kau masih mengingat buku ini?”
Nam terkejut, ia menerima buku itu kemudian mendekapnya erat, “Ingat. Iya saya ingat...”
Host nya tertawa, “Kalau begitu mari kita sambut pemilik buku ini! Chon, Mantan Pemain Bangkok Glass!”
Nam
  terkejut. Ia menoleh ke belakang. Teman-temannya juga terkejut. Dari  
belakang panggung, Chon muncul dengan membawa sebuket bunga dan  
menghampiri Nam.
“Sekarang ia merubah karirnya menjadi fotografer profesional...”jelas Hostnya.
Nam
  yang gugup tak tahu harus berbuat apa hanya  bisa berdiri dan 
merapikan  gaunnya. Chon menyerahkan bunganya, “Saya ingin memberi ini 
untuk Nam”
Nam masih gugup, ia menunjuk dirinya sendiri, “Nam??”
“Ini untuk Nam...”ujar Chon lagi.
Nam
  mengelus tengkuknya grogi, ia menerima bunga itu sambil malu-malu.  
Mereka berdua masih berdiri sampai hostnya harus menyuruh mereka duduk.
“Saudara Chon, setelah lama tak bertemu Nam, ada yang ingin kau katakan? tanya Host.
“Euh,
  saya ingin memberitahu Nam bahwa...”Chon mengeluarkan sesuatu dari  
kantongnya, rupanya Tuan Kancing, “Kancing ini sebenarnya bukan milikku.
  Mungkin milik Ding.”
Okeh, that’s hurt Chon... Nam menerima kancing itu dengan hati pahit. Sementara Chon malah tertawa geli.
“Lalu Bagaimana denganmu Nam? Apa kau memiliki sesuatu untuk dikatakan?”tanya Host.
“Emm, saya ingin bertanya pada Kak Chon...”kata Nam takut-takut, “Apakah... Kak Chon sudah menikah?”
Chon terlihat ragu dan berat mengatakannya, “Ummm.... aku....”
Nam menunggu dengan tegang. Tapi kemudian Chon tersenyum.
“Aku menunggu seseorang pulang dari Amerika...”kata Chon memandang Nam penuh senyum.
Nam tersenyum dan menangis bahagia. Kisah cintanya ternyata tak berakhir sedih. Chon masih menunggunya selama 9 tahun.
---------------------------------The End----------------------------------

Tidak ada komentar:
Posting Komentar